“ Mah, Papa berangkat
kerja dulu ya….”
Kata-kata ini sering di dengar di sekitar kita, yachh…… keren
terdengarnya. Jarang sudah sebutan Ncing, Ncang, Nyak, Babe di Kampung kite,
Kemayoran.
Terkikisnya budaya lokal di “negeri” sendiri akibat dari
masuknya budaya luar dan si “Tuan Rumah” pun tidak melestarikannya ke anak cucu.
Wajah betawi kemayoran boleh dibilang sebagai Betawi Milenium.
Anak muda Kemayoran yang baru menjadi
orang tua dan lebih bangga dipanggil mama-papa, ayah-bunda, abi-umi, dan malu
dipanggil enyak-babeh oleh anak-anaknya.
Wajah Betawi Milenium adalah ketika rumah bergaya betawi yang
luas dan rimbun terpaksa di jual atau berganti dengan rumah bergaya modern dan
naasnya bukan milik sendiri lagi.
Wajah Betawi Milenium adalah ketika seniman lenong berprofesi
sebagai tukang sampah untung menyambung hidupnya. Sanggar lenongnya terpaksa
bubar karena tidak ada yang nanggap.
Wajah Betawi Milenium adalah ketika lebaran, di meja tamu
terhidang kue nastar, bolu, brownis dan lain-lain. Terkesan malu menghidangkan
wajik, dodol, akar kelapa, kembang goyang, biji ketapang dll.
Wajah Betawi Milenium adalah ketika ondel-ondel yang hampir
sederajat dengan topeng monyet, yang mengamen keliling kampung demi uang recehan
dan kadang harus terusir karena mengganggu kenyamanan.
Dan masih banyak lagi wajah Betawi Milenium lainnya.
Tapi Alhamdulillah, masih ada FBR, FORKABI, Lembaga Macan
Kemayoran, dan lainya, yang meskipun berparas kasar, terkesan brutal, tapi
masih mampu memalingkan wajah orang-orang dari suku lain untuk tetap mengingat
Betawi, atau minimal untuk memberi tahu bahwa betawi masih eksis di kampungnya
sendiri.
By : Davi Kemayoran
Komentar
Posting Komentar